maaf, untuk sementara blog ini dalam perbaikan...dont worry, we will back again!!!(admin)
Soeharto Bukan Pahlawan
english mobile" Mari-mari kita bersama kubur soehartoisme
Kiri kanan kulihat saja...awas soehartoisme......"
Purwokerto - Lantunan nada-nada yang bersemangat itu keluar dari lisan kader-kader HMI MPO Purwokerto yang memberi warna pada malam kota Purwokerto Selasa (5/2) kemarin. Walaupun sempat diguyur gerimis, namun kurang lebih sepuluh kader tetap berteriak lantang seolah ratusan pasukan pleton yang menembus dinginnya malam.
Berangkat dari sekretariat cabang HMI MPO di bilangan Jalan Riyanto Sumampir-Purwokerto, para paserta aksi menyambut milad HMI ke-61 ini mengawali langkah pada pukul 19.00 menyusuri jalan-jalan di kota satria itu. Melintas hingga jalan Dr.Bunyamin, peserta aksi kemudian berhenti di depan gerbang Universitas Jendral Soedirman untuk menyuarakan aksinya. Di depan patung Soedirman, tiap kader kemudian bergantian untuk orasi. Tidak hanya orasi, namun pembacaan puisi serta adegan teaterikal juga turut digelar.
Isu yang diangkat pada milad kali ini adalah kuburkan Soehartoisme. Menurut pandangan kawan-kawan HMI MPO Purwokerto, momen meninggalnya Soeharto telah dengan cerdik dimanfaatkan oleh pengikut -pengikut Soeharto untuk membangkitkan Soehartoisme. Soehartoisme dipandang merupakan paham tata pemerintahan yang mengandalkan otoritarianisme, militerisme, dan KKN yang telah terbukti membangkrutkan bangsa dan negara.
Kebijakan pemerintah SBY-JK yang memberikan penghormatan yang berlebih-lebihan terhadap Soeharto berupa hari berkabung nasional selama 7 hari membuktikan bahwa rezim SBY-JK sama sekali tidak mengindahkan spirit reformasi yang diperjuangkan dengan nyawa dan darah mahasiswa. Sebaliknya, kebijakan ini justru membuktikan bahwa rezim SBY-JK adalah bagian yang melekat dengan spirit Orde Baru.
Kematian Soeharto tanpa putusan hukum yang tetap telah membuyarkan harapan tentang tegaknya kepastian hukum di negara ini. Dan oleh karena itu, menyangkut perdata Soeharto, HMI MPO meminta supaya seluruh kekayaan yayasan-yayasan yang dikelola oleh Soeharto dan kroninya segera diserahkan kepada negara.
Usulan Partai Golkar untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah suatu hal yang absurd, tidak beralasan, lagi mengabaikan perasaan para korban kejahatan politik dan HAM yang dilakukan oleh Soeharto selama 32 tahun kekuasaannya. Dalam konteks ini, kematian Soeharto dalam kondisi tengah diproses secara hukum atas kasus korupsi dana Yayasan Supersemar telah menggugurkan prasyarat untuk menjadi pahlawan. Amat mustahil seseorang dalam posisi demikian untuk disebut sebagai pahlawan bangsa. Belum lagi, mengingat sejumlah kasus kejahatan HAM, pemberangusan kebebasan (pers, berpendapat dan berorganisasi) dan perampasan hak-hak ekosob sebagian warga negara yang memang secara faktual terjadi di masa kepemimpinannya.
Kepada seluruh komponen bangsa, HMI MPO menyerukan bahwa membangkitkan Soehartoisme merupakan tindakan yang sesat dan berbahaya, sebaliknya kami serukan supaya mari menyongsong masa depan dengan mengubur Soehartoisme. Masa depan ada di tangan rakyat, bukan di tangan elit-elit pengikut Soeharto.
Dalam pernyataan sikap yang dibuat, HMI- MPO Cabang Purwokerto menyatakan bahwa :
- Mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh rezim Soeharto
- Mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas kasus perdata Soeharto beserta kroninya.
- Mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas kasus korupsi dana-dana yayasan yang dimiliki Soeharto beserta kroninya dan mengembalikannya kepada rakyat.
- Menolak pemberian gelar pahlawan bangsa kepada Soeharto.
- Menolak agenda-agenda kepentingan asing yang menyengsarakan rakyat seperti : Privatisasi Sumberdaya Alam, liberalisasi dan komersialisasi Pendidikan (BHP) dan pencabutan subsidi lainnya yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak.
- Mengajak kepada seluruh elemen untuk bersama-sama mengantisipasi menguatnya paham soehartoisme yang telah menjalankan tata pemerintahan seperti : otoritarianisme, militerisme, dan KKN yang telah terbukti membangkrutkan bangsa dan negara.
Aksi yang di sisi lain cukup disayangkan karena sedikitnya kuantitas kader dikarenakan masa liburan kuliah yang telah tiba ini, berakhir dengan pernyataan sikap dan menyenyikan lagu Bagimu Negeri.
Animo masyarakat yang menyaksikan aksi cukup tinggi. Beberapa kendaraan tampak melambatkan laju kendaraan untuk mengetahui aksi yang memang sangat bersemangat. Bahkan beberapa masyarakat tak ragu untuk mendekati kami serta meminta leaflet yang sudah disediakan.
Soeharto memang telah mati, namun bukan berarti kasus-kasusnya dikubur dan lantas Soeharto menjadi pahlawan yang harum namanya. Peradilan kubur memang lebih adil, kalau kita mau menghargai pak Harto, bantulah meringankan beliau di akhirat sana dengan memposisikan Pak Harto pada ruang yang tepat dan posisi hukum yang seharusnya dan bukan dengan membangkitkan Soehartoisme. (nta)
Saat Islam Harus “Diperbaharui”
english mobile Purwokerto – Melihat kondisi bangsa Indonesia, dapat kita inventarisir sejumlah problematika yang menimpa sang negeri gemah ripah loh jinawi ini. Dari mulai bencana alam, keterpurukan ekonomi, politik yang carut marut, penegakan hukum yang masih omong kosong hingga pendidikan yang tak mendidik. Apa yang kemudian mendasari hujanan problem tersebut?orang-nya kah atau sistem?. Kemudian apa yang bisa dijadikan solusi?? Satu kata muncul, Islam. Islam sebagai solusi. Apa dan bagaimana hal tersebut?? Itulah yang coba dimunculkan dalam diskusi interaktif dalam rangkaian acara pelantikan pengurus cabang HMI MPO Purwokerto, Ahad (3/1) yang lalu.
Mencoba menyandingkan M.Syafei (PB HMI dan Badko Inbagteng) dengan Abdurrauf ( Ketua HTI Purwokerto serta alumni HMI), moderator Yasum Surya Mentari membawa diskusi yang cukup hangat senja itu dengan mengangkat tema ; ” Implementasi Nilai Keislaman Sebagai Manifesto Perlawanan Terhadap Neoliberalisme, Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Berkeadilan”. Tema ini pula yang coba diangkat sebagai tema kepengurusan cabang HMI Purwokerto periode 2008-2009 M/ 1429-1430 H. Dalam sambutan ketua cabang yang baru – Arif Budiman-, diungkapkan bahwa siratan makna ini adalah untuk mereaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam ruh pergerakan. Islam bukan sekedar jargon namun juga jiwa dari sebuah gerakan untuk melawan neoliberalisme yang telah menggurita.
Rangkaian pertanyaan yang disebutkan di awal tulisan merupakan pertanyaan yang dicoba menjadi intro pada pemaparan materi oleh Abdurrauf. Selaku ketua HTI Purwokerto, beliau dengan lugas dan detail mempresentasikan ide-ide khilafah sebagai sebuah smart solution pada menggunungnya kondisi bangsa ini. Perubahan sistem dan memilih dari opsi sistem yang ada : apabila pilih Kapitalis berarti mempertahankan krisis, pilih sosialis komunis merupakan opsi yang sudah jadul dan berarti bangkrut, atau pilih Islam yang di dalamnya terdapat perspektif Islam bahwa tidak ada kehidupan islam dimana diterapkan syariah islam dipimpin oleh khalifah.
Kalau kita berbicara mengenai Islam, sebenarnya Indonesia itu kaya akan orang Islam. Hampir 90% masyarakat Indonesia beragama Islam. Namun, tak pelak di negara ini ternyata telah terjadi perselingkuhan antara agama dan kekuatan modal. Sehingga kuantitas Islam yang dimiliki bukan mencerminkan jiwa Islam yang ada namun hanya digunakan untuk kecenderungan kapitalistik. Kurang lebih itu yang coba disampaikan oleh M.Syafei sebagai pembicara kedua saat diberi kesempatan untuk menyampaikan perspektifnya tentang Islam.
Islam sebagai problem solving. Klasik. Itu kesan yang ditangkap para audiens diskusi senja itu. Bahkan sempat disampaikan oleh salah satu peserta pada session tanyajawab bahwa ide HTI yang coba dipaparkan tidak lebih sebagai sebuah pendaurulangan sampah yang tidak berhasil. HTI dinilai tak mampu mengarahkan konsep yang jelas mengenai negara Islam yang dipimpin seorang khilafah. Sebuah imajinasi tanpa plot yang jelas. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh audiens lain yang bahkan menyangsikan bahwa Islam merupakan solusi yang komprehensif. HTI juga dinilai belum menjangkau sistem kenegaraan Indonesia dengan dasar negara Pancasila. Pancasila dinilai sudah cukup baik, tinggal bagaimana implementasinya. Kemudian ide khilafah Islamiyah ini coba ditampik dengan mempertanyakan bahwa Islam tidak semuanya menjadi mayoritas. Masih banyak umat lain. Kalau di Indonesia sebagai solusi itu karena mayoritasnya Islam sehinggat dirasa bahwa Islam-lah solusinya. Pada beberapa negara lain dimana Islam menjadi minoritas, permasalahan agama menjadi sebuah solusi bukanlah sesuatu yang diwacanaakan.
Dari rangkaian diskusi yang cukup hangat itu, ada dua perspektif yang bisa didapat, yaitu bahwa Islam adalah sebuah solusi mutlak serta perspektif faktual Islam di Indonesia yang hanya sekedar kuantitas saja. Tak ada sebuah garis merah yang didapatkan dikarenakan waktu yang tidak mendukung. Namun, setidaknya Islam bisa dijadikan sebagai jawaban atas pertanyaan “what?”, tapi kemudian “how?”. Itulah yang kemudian belum kita semua teruskan. Bagaimana kemudian Islam menjadi solusi, perlu berbagai pertimbangan, kearifan, dan pemikiran jernih. Saat Islam hanya menjawab pertanyaan “apa”, maka tak ubahnya kita menjadikan Islam sebagai sebuah jargon dakwah. Kini saatnya mereaktualisasi Islam, memperbaharui Islam bukan dalam artian pembaharuan dalam hal substansial seperti aqidah, fiqh dan lain sebagainya namun lebih kepada wilayah strategis dan teknis dakwah Islam kita. Islam membutuhkan para pembaharu yang tidak sekedar pintar namun juga jiwa-jiwa pembaharu yang mampu menjadi agen Islam yang inovatif dan cerdas serta tepat sasaran (nta)
Mengangkat Mendoan Hangat
english mobilePurwokerto – Bumi satria Purwokerto seolah menjadi saksi atas menggeloranya semangat kawan-kawan kader HMI MPO cabang purwokerto pada rangkaian acara pelantikan pengurus cabang HMI MPO Purwokerto periode 2008-2009 M/ 1429-1430 H, hari ahad (03/01) kemarin. Bertempat di Aula Kelurahan Grendeng Purwokerto, acara yang berlangsung semenjak pukul 13.00 tersebut terlaksana dengan cukup meriah. Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan PB HMI, kanda M.Syafei, serta turut hadir pula beberapa alumni HMI Purwokerto.
Dalam sambutan ketua cabang yang lama (demisioner), Arfianto Purbo Laksono, menyampaikan bahwa banyak hal yang akan kita hadapi. Penyikapan-penyikapan terhadap moment-moment seperti pilkada, pilgub, serta pilpres menjadi salah satu point yang disampaikan beliau. Apa yang disampaikan tidak jauh beda dengan sambutan yang disampaikan oleh kanda M.Syafei selaku perwakilan PB dan Badko Inbagteng, dimana pada intinya adalah bahwa pelantikan kali ini bukanlah sekadar momentum, namun merupakan tonggak dan starting point serta reminder akan tanggung jawab koita selaku kader-kader HMI MPO .
Dengan ucapan yang mantap pula, ketua cabang yang baru menyampaikan uraian mengenai tema yang diangkat yakni “ Implementasi Nilai-Nilai Keislaman “ . Dalam sambutannya, Arif Budiman – ketua cabang terpilih- menyampaikan bahwa kini sudah saatnya kita mereaktualisasi impelementasi nilai-nilai keIslaman. Islam bukan jargon yang hanya bisa diagung-agungkan tanpa implementasi dalam ruh gerakan kita.
Selepas pelantikan diselenggarakan pula diskusi interaktif yang menghadirkan pembicara Abdurrauf (alumni HMI serta Ketua Hizbut Tahrir Purwokerto) dan M.Syafei (PB dan Badko HMI Inbagteng).
Berikut susunan pengurus cabang HMI MPO Purwokerto periode 2008-2009 M/ 1429-1430 H :
Ketua : Arif Budiman
Sekretaris Umum : Dimas Ramadhan
Bendahara Umum : Hanum
Kabid Perkaderan : Sulistyana
Staf : Wirawan S. Harahap
Kabid PAO : Teguh Priyoko
Staf : Gampang Priyono
Kabid PTK : Avin
Staf : Wahyu
LAPMI : Nasrullah
KPC : Agung Sudrajat.
Semoga jajaran kepengurusan yang baru dapat menjalankan estafet perjuangan HMI MPO sebagai wadah pembelajaran untuk berproses menjadi mahasiswa Islam yang berkarakter Insan Ulil Albab yang turut bertanggungjawab terhadap terbentuknya masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT. Amien.
YAKUSA!!!
View more at http://ntacaholic.blogspot.com and http://satriahijauhitam.blogspot.com